SAMARINDA 30/05/2025 – Politeknik Pertanian Negeri (Politani) Samarinda bekerja sama dengan RRI Samarinda dalam Program Mozaik Indonesia, menghadirkan dialog publik bertajuk "Analisis Tanah: Pondasi bagi Swasembada Pangan yang Berkelanjutan." Dialog ini menghadirkan narasumber utama Haryatie Sarie, S.P., M.P., dosen Program Studi Teknologi Produksi Tanaman Pangan, Jurusan Pertanian, yang mengangkat isu krusial seputar kesehatan tanah sebagai fondasi keberhasilan pertanian.
Dalam pemaparannya, Haryatie menekankan bahwa analisis tanah bukan lagi opsi, melainkan kebutuhan dasar dalam mewujudkan pertanian yang tidak hanya produktif, tetapi juga aman dan berkelanjutan. “Jangan hanya fokus pada hasil panen yang melimpah, tapi juga perhatikan kandungan logam berat yang berbahaya bagi kesehatan,” tegasnya. Ia menjelaskan bahwa banyak lahan di Kalimantan Timur bersifat asam dan mengandung logam berat, terutama pada lahan bekas tambang. Kondisi ini menuntut upaya detoksifikasi dan pengelolaan tanah yang cermat sebelum digunakan untuk budidaya tanaman pangan.
Sebagai bagian dari komitmen akademik dan pengabdian kepada masyarakat, Haryatie melakukan survei langsung ke kawasan bekas tambang batu bara yang kini telah berubah menjadi kawasan hijau produktif. Melalui kemitraan antara petani dan perusahaan, lahan tersebut dimanfaatkan dengan sistem agroforestri di bawah tegakan pohon tinggi, tempat petani menanam aneka komoditas sayuran.
Dalam kunjungan lapangan tersebut, ia merancang titik-titik pengambilan sampel tanah yang selanjutnya akan dianalisis di laboratorium. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kesuburan tanah dan menentukan sejauh mana lahan tersebut mampu mendukung pertanian yang ramah lingkungan.
“Dengan latar belakang di bidang kimia tanah, saya ingin memastikan bahwa lahan yang dulu rusak bisa dipulihkan dan kembali berfungsi secara ekologis,” jelasnya. Lebih dari sekadar tentang unsur hara dan pH, baginya tanah adalah simbol harapan – bahwa bekas tambang dapat menjadi sumber pangan, sumber kehidupan, dan bagian dari solusi masa depan yang berkelanjutan.
Haryatie juga mendorong petani untuk melakukan uji tanah secara berkala, baik melalui metode sederhana seperti uji pH menggunakan kertas lakmus, maupun dengan berkonsultasi ke institusi pendidikan seperti Politani Samarinda. Ia menegaskan bahwa analisis tanah tidak memerlukan biaya besar, namun sangat menentukan efisiensi pemupukan dan keberhasilan sistem pertanian yang berkelanjutan.
Kegiatan ini mencerminkan peran aktif Politani Samarinda dalam mendukung transformasi lahan pascatambang menjadi lahan produktif, sekaligus memperkuat kolaborasi antara akademisi, media, dan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan kelestarian lingkungan. (HUMAS)
Dalam pemaparannya, Haryatie menekankan bahwa analisis tanah bukan lagi opsi, melainkan kebutuhan dasar dalam mewujudkan pertanian yang tidak hanya produktif, tetapi juga aman dan berkelanjutan. “Jangan hanya fokus pada hasil panen yang melimpah, tapi juga perhatikan kandungan logam berat yang berbahaya bagi kesehatan,” tegasnya. Ia menjelaskan bahwa banyak lahan di Kalimantan Timur bersifat asam dan mengandung logam berat, terutama pada lahan bekas tambang. Kondisi ini menuntut upaya detoksifikasi dan pengelolaan tanah yang cermat sebelum digunakan untuk budidaya tanaman pangan.
Sebagai bagian dari komitmen akademik dan pengabdian kepada masyarakat, Haryatie melakukan survei langsung ke kawasan bekas tambang batu bara yang kini telah berubah menjadi kawasan hijau produktif. Melalui kemitraan antara petani dan perusahaan, lahan tersebut dimanfaatkan dengan sistem agroforestri di bawah tegakan pohon tinggi, tempat petani menanam aneka komoditas sayuran.
Dalam kunjungan lapangan tersebut, ia merancang titik-titik pengambilan sampel tanah yang selanjutnya akan dianalisis di laboratorium. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kesuburan tanah dan menentukan sejauh mana lahan tersebut mampu mendukung pertanian yang ramah lingkungan.
“Dengan latar belakang di bidang kimia tanah, saya ingin memastikan bahwa lahan yang dulu rusak bisa dipulihkan dan kembali berfungsi secara ekologis,” jelasnya. Lebih dari sekadar tentang unsur hara dan pH, baginya tanah adalah simbol harapan – bahwa bekas tambang dapat menjadi sumber pangan, sumber kehidupan, dan bagian dari solusi masa depan yang berkelanjutan.
Haryatie juga mendorong petani untuk melakukan uji tanah secara berkala, baik melalui metode sederhana seperti uji pH menggunakan kertas lakmus, maupun dengan berkonsultasi ke institusi pendidikan seperti Politani Samarinda. Ia menegaskan bahwa analisis tanah tidak memerlukan biaya besar, namun sangat menentukan efisiensi pemupukan dan keberhasilan sistem pertanian yang berkelanjutan.
Kegiatan ini mencerminkan peran aktif Politani Samarinda dalam mendukung transformasi lahan pascatambang menjadi lahan produktif, sekaligus memperkuat kolaborasi antara akademisi, media, dan masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan kelestarian lingkungan. (HUMAS)