Lestarikan Bahasa Kutai, Politani Samarinda dan BRIDA Kaltim Lakukan Kajian Hingga ke Kawasan IKN

4 Desember 2025

Lestarikan Bahasa Kutai, Politani Samarinda dan BRIDA Kaltim Lakukan Kajian Hingga ke Kawasan IKN
Samarinda — Upaya pelestarian Bahasa Kutai sebagai bahasa daerah asli Kalimantan Timur semakin diperkuat melalui kolaborasi antara Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (Politani Samarinda) dan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini berada di bawah arahan Kepala BRIDA Kaltim dengan pelaksana tim peneliti: Eny Maria, S.Kom., M.Cs; Imron, S.Pd., M.Eng; Bagus Satria, S.Kom., M.Kom; Dr. Suswanto, S.Pd., M.Pd; dan Tina Tri Wulansari, S.Kom., M.T.I. Program ini merupakan bagian dari Kolaborasi Riset dan Inovasi Strategis (KRIS) Kaltim 2025.

kajian di Kutai Kartanegara menunjukkan bahwa Bahasa Kutai telah diwajibkan sebagai mata pelajaran muatan lokal mulai dari SD hingga SMP. Namun sejumlah sekolah masih menghadapi keterbatasan guru penutur asli. Di Anggana, sekolah yang dipimpin kepala sekolah penutur Kutai dapat menjalankan pembelajaran dengan baik, sedangkan sekolah lain harus mengandalkan modul serta pelatihan dari dinas pendidikan.

Di Kota Samarinda, melalui Perwali Nomor 15 Tahun 2022, Bahasa Kutai resmi diajarkan di SD dan SMP dengan buku ajar lengkap dan QR Code panduan pelafalan sesuai dialek Kutai. Kebijakan ini memperlihatkan keseriusan kota multietnis tersebut dalam menjaga bahasa daerah.

Sementara itu di Kutai Timur, tim menemukan sekitar 10 persen penduduk Kelurahan Singa Geweh masih merupakan warga bersuku Kutai. Dinas pendidikan setempat juga telah menyusun modul Bahasa Kutai untuk kelas 1–6 dan menjadikannya muatan lokal wajib. Namun, ketersediaan tenaga pengajar berkompetensi bahasa Kutai masih menjadi tantangan utama.

Berbeda dengan kondisi tersebut, Tim kajian di Kecamatan Sepaku yang merupakan wilayah pusat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), menemukan bahwa mayoritas penduduk adalah transmigran asal Jawa Timur dan tidak terdapat penutur suku Kutai di wilayah tersebut. Selain itu, di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Paser, bahasa daerah yang diajarkan di sekolah adalah Bahasa Paser, sehingga pembelajaran Bahasa Kutai belum dapat diterapkan di kawasan penyangga IKN.

Untuk memperkuat rekomendasi kebijakan, tim melakukan studi banding ke Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Bersama tim ahli Dr. H. Nursobah, M.Kom (STMIK Widya Cipta Dharma). Dari pertemuan dengan Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Jawa, diperoleh masukan strategis mengenai penyusunan kurikulum bahasa daerah, penguatan regulasi, serta mekanisme penyediaan tenaga pengajar melalui kerja sama perguruan tinggi dan Balai Bahasa.

BRIDA Kaltim menegaskan bahwa digitalisasi pembelajaran Bahasa Kutai sangat mendesak, termasuk penggunaan aplikasi, kamus digital, serta media interaktif untuk mendukung guru non-penutur asli dan menarik minat generasi muda.
Melalui kajian ini Dr.M. Ir. H. Fitriansyah, S.T., M.M (Kepala BRIDA Kaltim) menegaskan pentingnya percepatan pembentukan Program Studi Pendidikan Bahasa Kutai bekerja sama dengan perguruan tinggi. Langkah ini diharapkan mampu menghasilkan tenaga pengajar profesional dalam empat hingga lima tahun mendatang, sekaligus memastikan Bahasa Kutai tetap hidup dan menjadi identitas budaya Kalimantan Timur di era pembangunan Ibu Kota Nusantara.
 
TULIS KOMENTAR ANDA