SAMARINDA (31/08/2025) – Radio Republik Indonesia (RRI) Samarinda bersama Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (Politani) kembali menghadirkan program Mozaik Indonesia edisi Jumat (29/8/2025). Mengangkat tema “Kembali ke Alam Pertanian Organik: Tanah Subur, Petani Makmur”, program ini menyajikan ruang dialog yang inspiratif tentang upaya membangun pertanian sehat, ramah lingkungan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
Hadir sebagai narasumber, Rusmini, S.P., M.P., dosen dan peneliti Program Studi Teknologi Produksi Tanaman Pangan Politani Samarinda. Ia menjelaskan, pertanian organik saat ini menjadi kebutuhan mendesak di tengah dampak jangka panjang penggunaan pupuk kimia dan pestisida sintetis. “Pada awalnya, penggunaan pupuk kimia mampu meningkatkan hasil panen dan mendorong swasembada pangan. Namun dalam jangka panjang, tanah menjadi rusak, daya dukung lingkungan menurun, dan petani semakin bergantung pada input eksternal yang mahal,” jelasnya.
Menurut Rusmini, kembali ke pertanian organik bukan hanya soal gaya hidup sehat, tetapi juga jalan keluar untuk membangun pertanian yang berkelanjutan. Sistem organik mampu menjaga kesuburan tanah, meningkatkan kualitas hasil panen, serta menghasilkan produk pangan yang lebih aman dikonsumsi. “Yang terpenting, pertanian organik memberi peluang ekonomi karena nilai jual produk organik jauh lebih tinggi, dan pasar semakin terbuka,” tambahnya.
Contoh Nyata: Desa Anggana Kutai Kartanegara
Dalam program Mozaik Indonesia, Rusmini memaparkan pengalaman pendampingan petani di Desa Anggana, Kutai Kartanegara. Melalui proses bertahap, kelompok tani mulai mengurangi penggunaan pupuk kimia dan beralih ke bahan organik. Setelah tiga tahun konsisten, para petani berhasil menghasilkan beras organik yang kini telah dipasarkan ke masyarakat.
Respon pasar pun positif. Meski harga beras organik relatif lebih tinggi, permintaan justru meningkat karena konsumen semakin peduli pada kesehatan dan keamanan pangan. “Petani merasakan manfaat ganda: tanah kembali subur, biaya produksi lebih terkendali, dan hasil panen bernilai lebih,” ungkapnya.
Tantangan dan Peran Akademisi
Meski demikian, peralihan ke pertanian organik tidaklah instan. Diperlukan kesabaran, konsistensi, dan perubahan pola pikir petani. Banyak petani yang awalnya menganggap sistem organik lebih rumit dan lambat, padahal bahan baku pupuk dan pestisida nabati dapat diperoleh dengan mudah dari lingkungan sekitar, seperti limbah rumah tangga, kotoran ternak, hingga tanaman lokal.
Politani Samarinda berperan aktif dalam riset dan inovasi. Sejak tahun 2012, sejumlah dosen dan mahasiswa telah menghasilkan berbagai produk teknologi organik, seperti pupuk organik cair, bioaktivator, hingga pestisida nabati, bahkan beberapa telah memperoleh hak paten. Hasil penelitian ini tidak hanya menjadi bahan ajar, tetapi juga diterapkan langsung dalam kegiatan pengabdian masyarakat melalui pendampingan petani di lapangan.
Harapan ke Depan
Rusmini menegaskan bahwa gerakan pertanian organik harus melibatkan berbagai pihak: akademisi, pemerintah daerah, kelompok tani, hingga konsumen. Mahasiswa Politani Samarinda juga dilibatkan secara langsung melalui program field school dan pengabdian masyarakat, sehingga mereka belajar sekaligus berkontribusi nyata bagi petani.
“Pertanian organik bukan hanya soal tren, tetapi kebutuhan. Dengan tanah yang sehat, lingkungan terjaga, produk berkualitas, dan petani sejahtera, maka ketahanan pangan kita akan semakin kokoh,” pungkasnya.
Program Mozaik Indonesia ini diakhiri dengan ajakan bersama untuk mendukung gerakan kembali ke alam melalui pertanian organik. Dengan kerja sama dan komitmen semua pihak, pertanian organik diyakini dapat menjadi solusi nyata menghadapi tantangan pangan dan lingkungan di masa depan. (HUMAS)
Hadir sebagai narasumber, Rusmini, S.P., M.P., dosen dan peneliti Program Studi Teknologi Produksi Tanaman Pangan Politani Samarinda. Ia menjelaskan, pertanian organik saat ini menjadi kebutuhan mendesak di tengah dampak jangka panjang penggunaan pupuk kimia dan pestisida sintetis. “Pada awalnya, penggunaan pupuk kimia mampu meningkatkan hasil panen dan mendorong swasembada pangan. Namun dalam jangka panjang, tanah menjadi rusak, daya dukung lingkungan menurun, dan petani semakin bergantung pada input eksternal yang mahal,” jelasnya.
Menurut Rusmini, kembali ke pertanian organik bukan hanya soal gaya hidup sehat, tetapi juga jalan keluar untuk membangun pertanian yang berkelanjutan. Sistem organik mampu menjaga kesuburan tanah, meningkatkan kualitas hasil panen, serta menghasilkan produk pangan yang lebih aman dikonsumsi. “Yang terpenting, pertanian organik memberi peluang ekonomi karena nilai jual produk organik jauh lebih tinggi, dan pasar semakin terbuka,” tambahnya.
Contoh Nyata: Desa Anggana Kutai Kartanegara
Dalam program Mozaik Indonesia, Rusmini memaparkan pengalaman pendampingan petani di Desa Anggana, Kutai Kartanegara. Melalui proses bertahap, kelompok tani mulai mengurangi penggunaan pupuk kimia dan beralih ke bahan organik. Setelah tiga tahun konsisten, para petani berhasil menghasilkan beras organik yang kini telah dipasarkan ke masyarakat.
Respon pasar pun positif. Meski harga beras organik relatif lebih tinggi, permintaan justru meningkat karena konsumen semakin peduli pada kesehatan dan keamanan pangan. “Petani merasakan manfaat ganda: tanah kembali subur, biaya produksi lebih terkendali, dan hasil panen bernilai lebih,” ungkapnya.
Tantangan dan Peran Akademisi
Meski demikian, peralihan ke pertanian organik tidaklah instan. Diperlukan kesabaran, konsistensi, dan perubahan pola pikir petani. Banyak petani yang awalnya menganggap sistem organik lebih rumit dan lambat, padahal bahan baku pupuk dan pestisida nabati dapat diperoleh dengan mudah dari lingkungan sekitar, seperti limbah rumah tangga, kotoran ternak, hingga tanaman lokal.
Politani Samarinda berperan aktif dalam riset dan inovasi. Sejak tahun 2012, sejumlah dosen dan mahasiswa telah menghasilkan berbagai produk teknologi organik, seperti pupuk organik cair, bioaktivator, hingga pestisida nabati, bahkan beberapa telah memperoleh hak paten. Hasil penelitian ini tidak hanya menjadi bahan ajar, tetapi juga diterapkan langsung dalam kegiatan pengabdian masyarakat melalui pendampingan petani di lapangan.
Harapan ke Depan
Rusmini menegaskan bahwa gerakan pertanian organik harus melibatkan berbagai pihak: akademisi, pemerintah daerah, kelompok tani, hingga konsumen. Mahasiswa Politani Samarinda juga dilibatkan secara langsung melalui program field school dan pengabdian masyarakat, sehingga mereka belajar sekaligus berkontribusi nyata bagi petani.
“Pertanian organik bukan hanya soal tren, tetapi kebutuhan. Dengan tanah yang sehat, lingkungan terjaga, produk berkualitas, dan petani sejahtera, maka ketahanan pangan kita akan semakin kokoh,” pungkasnya.
Program Mozaik Indonesia ini diakhiri dengan ajakan bersama untuk mendukung gerakan kembali ke alam melalui pertanian organik. Dengan kerja sama dan komitmen semua pihak, pertanian organik diyakini dapat menjadi solusi nyata menghadapi tantangan pangan dan lingkungan di masa depan. (HUMAS)